“This Time for Africa” Semakin Mengintimkan Indonesia-Afrika
“This Time for Africa” Semakin
Mengintimkan Indonesia-Afrika
Contoh arsip dari Monumen Pers Nasional Surakarta |
Bandung, 17/12-Tak diragukan lagi bahwa Museum KAA
merupakan salah satu museum terbaik di Kota Bandung. Dan dari sini pulalah
lahirnya Asia Africa dengan semangat baru dari para pejuang kemerdekaan kala
itu. Pada tahun 1955 merupakan konferensi antar benua pertama bangsa kulit
hitam sehingga melahirkan Dasasila Bandung. Hingga semangat kebangkitan
akan kolonialisme dapat mencapai
dekolonisasi di benua Afrika
dan kurang dari tiga puluh negara
meraih kemerdekaannya.
Tak ingin sia-sia begitu saja, para generasi muda saat
ini tetap melanjutkan eksistensinya
melalui Museum KAA yang merupakan tujuan
wisata dan edukasi di Kota Bandung. Sejumlah acara bertema Afrika akan diselenggarakan pada akhir tahun
kali ini tepatnya
Sabtu ini diadakan Pembukaan Pameran Temporer Negara Sahabat “This Time for
Africa”. Acara dimulai pukul 10.00
WIB dengan diawali sambutan oleh Devi Noviadi selaku Kepala Museum KAA. Acara
ini bekerja sama dengan sejumlah lembaga dan komunitas diantaranya adalah Monumen Pers Nasional
Surakarta, YAAA (Young African Ambassadors in Asia), Sahabat Museum KAA dan
komunitas film LayarKita. Selanjutnya, peserta diajak untuk melihat pameran
dengan mengunjungi salah satu ruangan yang berisikan arsip-arsip pers nasional
mengenai Afrika
dan pembelaan kaum hitam. “Semua yang berhubungan dengan KAA kami tampilkan disini. Dan dibawa langsung dari
Monumen Pers Nasional Surakarta.” Ujar Dedi selaku Koordinator Lapangan Pameran
Kontemporer Negara Sahabat. Pameran ini berlangsung dari tanggal 17 Desember
2016 hingga 31 Desember 2016.
Setelah melihat pameran, peserta pun kembali ke ruangan
semula untuk mengikuti materi dan diskusi mengenai hubungan Asia-Afrika. Artanto Wargadinata yang menjadi narasumber
di sini merupakan Pejabat Fungsional Diploma Madya Direktorat Afrika dengan mengangkat judul “Building a
Vibrant Solidarity and Partnership”. Beliau menjelaskan banyak terjadi
kemiripan antara Indonesia dan Afrika.
Contohnya kata “tua” yang artinya tua, petua. Kata tersebut dapat dimengerti
sepanjang Nusantara hingga Afrika.
Bahkan produk Indonesia tak kalah jumlahnya di Afrika, ada beberapa produk yang sudah
memiliki pabrik di Afrika.
Dan jajanan khas Indonesia pun bisa ditemukan di Benua Afrika seperti serabi
dan kue apam namun dengan nama yang berbeda. Hubungan diplomasi antara
Indonesia dan Afrika
tak cukup sampai di sana. Banyak pula hubungan pernikahan yang terjadi antara
Indonesia dan Afrika
sehingga semakin merekatkan
mereka.
Kementrian Luar Negri pula selalu menggunakan prinsip NAASP (New Asia Africa
Strategic Partnership).
Contoh arsip dari Monumen Pers Nasional Surakarta |
Contoh arsip dari Monumen Pers Nasional Surakarta |
Sekumpulan mahasiswa Afrika yang mengenyam pendidikan di Kota Bandung |
Acara kali ini juga melibatkan tamu undangan dari
berbagai instansi. Seperti perwakilan Pers Mahasiswa se-jawa Barat, perwakilan
Himpunan se-jawa Barat, perwakilan prodi Universitas se-Jawa Barat, Perwakilan
Museum Pendidikan UPI dan tentunya menghadirkan sekumpulan mahasiswa Afrika yang mengenyam pendidikan di Kota
Bandung dari berbagai universitas. Seperti Universitas Katholik Parahyangan, Universitas Pasundan dan Universitas
Pendidikan Indonesia. Kementrian Luar Negeri
bertujuan untuk menyatukan mahasiswa Afrika
yang tinggal dan kuliah di Kota Bandung agar mereka nyaman dan merasa seperti
di Negara mereka sendiri. Mereka ingin mahasiswa tersebut menganggap Museum KAA
sebagai tempat mereka untuk berbagi apapun. “Saya tiga tahun yang lalu belum
mengerti sedikitpun Bahasa Indonesia, namun sekarang saya sudah lancar. Saya
sangat senang tinggal di Kota Bandung dan mencari ilmu di sini. Dan Kota
Bandung enak ya cuacanya.”. Ujar salah satu mahasiswa Afrika yang sudah lancar berbahasa Indonesia
dan berasal dari Madagascar. Hingga sampailah pada penghujung acara, sekitar
pukul 12.10 acarapun ditutup dengan pemberian penghargaan kepada narasumber dan
moderator. Lalu diakhiri dengan photo
session.
Teks: Amy Lova Soga
Editor : Sarah Saribanon
Teks: Amy Lova Soga
Editor : Sarah Saribanon
Komentar
Posting Komentar