Whats in Textile : Berbagai Dampak Negatif Fast Fashion dan Mengapa Kita Harus Beralih ke Slow Fashion

 

              


Pakaian merupakan kebutuhan primer manusia bahkan seiring berkembangnya waktu pakaian menjadi suatu gaya hidup sehingga membuat Fashion menjadi industri besar, dilansir dari Fashion United, fashion industry mempekerjakan 3,384 juta pekerja dan merupakan industri yang bernilai tiga miliar dollar.

Istilah fast fashion merupakan istilah yang tidak asing di Industri fashion . Brand seperti H&M, Zara, dan Uniqlo adalah beberapa contoh retail fast fashion yang kerap ditemui di pusat perbelanjaan atau di E-Commerce. Istilah fast fashion adalah istilah yang digunakan oleh industri tekstil yang memproduksi pakaian dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat dan model yang silih berganti mengikuti tren, serta menggunakan bahan baku yang berkualitas rendah, sehingga tidak tahan lama.

Cara produksi tersebut membawa dampak negatif bagi lingkungan dan membuat fashion industry menjadi industri yang paling berpolusi di dunia. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup Prancis, industri tekstil bertanggung jawab atas enam persen gas rumah kaca, 10 hingga 20 persen pestisida yang dikonsumsi dan seperlima dari air yang tercemar selama produksi. Fashion industry melepaskan setengah juta ton serat mikro per tahun ke laut dan samudera, setara dengan lebih dari 50 juta botol plastik. Tak hanya itu, fashion industry menghasilkan lebih banyak emisi karbon dioksida dari penerbangan internasional dan pengiriman. Jika tidak ada perubahan, emisi dari sektor ini diproyeksikan akan meningkat hingga 60% pada tahun 2030. Pada akhirnya, hal ini akan mempengaruhi perubahan iklim dan pemanasan global (McFall Johnsen, 2019).

Industri fashion tak hanya membawa dampak buruk di sektor lingkungan tetapi juga sektor sosial-ekonomi. Pakaian rata-rata diproduksi di negara dengan bayaran karyawan yang murah dan lingkungan dan keamanan kerja yang buruk. Selain itu, karyawan sering harus menunggu beberapa bulan untuk mendapatkan gaji dan memaksa mereka untuk kerja di pabrik lebih lama bahkan dalam kondisi yang tidak manusiawi. Dilansir dari laman vogue.com, Dana Thomas mengatakan bahwa satu dari enam orang bekerja di industri garmen, tetapi 98% karyawan di industri tersebut tidak mendapatkan upah yang layak. Peristiwa runtuhnya gedung pabrik tekstil Rana Plaza di Dhaka, Bangladesh, pada tahun 2013 menyebabkan lebih dari 1.100 karyawan kehilangan nyawa, membuktikan rendahnya keamanan lingkungan kerja adalah masalah yang nyata.

Berbagai dampak negatif dari industri tekstil khususnya fast fashion adalah alasan mengapa kita harus segera beralih ke slow fashion. Slow fashion bukan berarti lambat, tetapi slow merupakan kepanjangan dari Sustainable, Local, Organic, dan Whole. Slow fashion menekankan pada penggunaan bahan lokal dan produk berkualitas yang dapat digunakan untuk jangka waktu lama sehingga pakaian dapat di recycling. Slow Fashion lebih memprioritaskan kualitas daripada kuantitas dan tidak menyalahgunakan tenaga manusia atau alam, pakaian memiliki umur yang lebih panjang dan digunakan untuk jangka waktu yang lebih lama dibanding pakaian fast fashion. Slow fashion adalah tentang menolak segala sesuatu yang tidak perlu dan tentang mewujudkan nilai-nilai yang bermakna.


                                                                                                                Penulis: Roza Febriyanti

 

Editor : Tim editor

Credit gambar : theglobeandmail

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Alasan Mengapa Wisuda Diundur

INAGURASI 2016 “FIBER PUNYA CERITA” MEMBUAT MASYARAKAT KAMPUS POLITEKNIK STTT TIDAK BISA MOVE ON UNTUK TERUS MENCERITAKAN SERUNYA ACARA TERSEBUT

Kacung Abdullah Angkat Bicara Mengenai Tekstil Luar Jawa