Menilik Pembenahan SC dari Dua Sisi
Menilik
Pembenahan SC dari Dua Sisi
Kampus adalah tempat dimana mahasiswa bukan hanya
dapat berpikir kreatif dan inovatif tapi juga mampu berpikir kritis terhadap
segala persoalan-persoalan yang dihadapi baik persoalan internal maupun
eksternal. Namun, menjadi mahasiswa ternyata tidak terlepas dari yang namanya
pelaku kebijkan kampus, yang tentunya setiap kampus memiliki kebijakan
tersendiri. Dimana kebijakan tersebut harus dijalani oleh seluruh mahasiswa.
Kebijakan atau aturan yang di keluarkan kampus tentu
akan berdampak pada mahasiswa. Salah satu kebijakan di kampus Politeknik STTT
Bandung yang menimbulkan polemik yaitu
mengenai pembenahan, penguncian, serta warna cat yang harus diseragamkan
pada student center. Dimana unit
kegiatan mahasiswa khususnya dalam bidang seni merasa sangat keberatan dengan
adanya kebijakan tersebut. Perwakilan dari UKM Serat Izzal mengatakan “Kurang
setuju tentang pengecatan seragam, soalnya kan setiap ukm punya ciri khas
masing-masing, terus pihak Perti sendiri bilang pengecatan itu termasuk merusak
fasilitas negara. Tapi menurut saya sendiri, kalau pengecatan tersebut ada
nilai estetikanya itu tidak merusak, karena tembok itu hanya di cat saja dan
tidak dihancurkan". Begitu juga dengan Claudia dari UKM Tjerobong Paberik
“Kami keberatan jika tembok di SC TJP harus di cat ulang dengan warna polos,
karena tembok mural yang ada di SC TJP merupakan hasil karya dari salah satu
anggota kami yang sudah meninggal dan merupakan penghormatan bagi kami untuk
beliau. Sangat di sayangkan apabila harus di cat ulang karena dibilang kesannya
kumuh, padahal konteks rapih dan bersih itu tidak harus dengan tembok yang
polos kok."
Sama
halnya tanggapan dari salah satu anggota Kopma Hayya mengatakan “untuk
pengecatan sendiri setuju, jika selama pengecatan dikasih tempat untuk
berjualan”. Selain itu, Mirza sebagai perwakilan Silhouette, tidak
setuju dengan kebijakan penguncian SC yang kuncinya dipegang oleh satpam karena
menurutnya hal tersebut dapat mengurangi rasa tanggung jawab. Pendapat yang sama
juga diutarakan oleh Dimas dari Himakit "SC kan milik kita, tanggung jawab kita, masa tanggung
jawabnya dikasih ke orang lain. SC itu ibarat rumah kita sedangkan kuncinya
dipegang orang lain”.
“Terkait
kebijakan ada penguncian dan harus izin terlebih dahulu untuk masuk, menurut
saya akan mengurangi lagi waktu mahasiswa berorganisasi karena sebelumnya
dikampus sudah ditetapkan jam malam dan hal itupun sudah mengurangi”,ujar
Shabda salah satu perwakilan UKM Gema Musik Kampus. Tanggapan lain dari PMK-K Nafiri,
Kristy mengatakan "Karena
PMK-K banyak melakukan kegiatan, biasanya kita suka taruh barang Danus. Kalo SC
dikunci dan kuncinya dipegang, maka akan menghambat. Apalagi kalo harus izin
terlebih dahulu".
Perwakilan
Himatteks, Hogan berpendapat bahwa "Kita sebagai mahasiswa merasa terbatas
melakukan kegiatan, karena sedikitnya kepercayaan Perti untuk memegang kunci
organisasinya masing masing”. Tidak jauh berbeda dengan Dimas dari UKM UTT
"Untuk pengambilan kunci di satpam tidak apa-apa asal jangan dibatasi.
Jadi, setiap hari SC bisa digunakan. Tapi lebih baik kunci dipegang organisasi
masing-masing".
"Kebijakan yang bagus, tidak ada sesuatu yang
merugikan dari kebijakan tersebut, ketika dipandang dari sisi umum, bukan dari
sisi kepentingan golongan atau kelompok tertentu" Ujar Anfa' selaku ketua
BEM yang setuju mengenai kebijakan tersebut. Ada pun tanggapan lain yang
menyatakan bahwa “bagaimanapun SC itu milik bersama. Selain menampilkan dari
segi keindahan, kebersihan dan juga kekompakan“. Kata salah satu pengurus KMI Libaasuttaqwa.
Bapak Giarto selaku PUDIR III menegaskan bahwa “SC
itu bukan rumah, tapi kantor! Kan kantor kuncinya dipegang sama petugas
keamanan, agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Itu pun ruangan
yang tidak boleh dimasuki orang seenaknya saja. Ini hanya pengamanan saja,
apakah kegiatan mahasiswa dibatasi? Jadi, dimana salahnya? Dan tujuan
dilakukan pembenahan SC yaitu untuk
kebaikan bersama agar bersih, nyaman dan rapat itu di SC bukan samping teras
gedung C, SC tidak ditempatin hanya
untuk dipake tiduran. Dibenahi pun itu untuk mahasiswa juga, tidak ada
sedikitpun kepentingan untuk diri saya sendiri maupun direktur. Untuk masalah
penguncian, kunci disimpan di satpam yang setiap hari harus dikembalikan.
Supaya tahu SC itu sering digunakan atau tidak.
Mengenai peraturan, ini semua berlaku untuk seluruhnya tidak ada yang
mendapat keistimewaan”.
Beliau
mengajak kita untuk membenahi SC supaya rapih, bersih, nyaman dan tidak
beranggapan bahwa SC sebagai tempat kost. Ia pun menyampaikan bahwa “Tidak
setuju boleh saja tapi kan Politeknik STTT Bandung ini tempat publik, milik
rakyat bukan milik organisasi kemahasiswaan. Kita dipercayai oleh publik untuk
mengelola kampus. Kita berpikir secara terbuka bahwa peraturan-peraturan
penggunaan SC memang merupakan ajakan untuk membenahi Politeknik STTT Bandung
secara keseluruhan, karena kita punya visi menjadi Politeknik unggul yang bisa
bersaing dengan Politeknik lain. Direktur melihat dan harus dibenahi serta
mengeluarkan peraturan mengenai pembenahan SC, tolong ditanggapi dengan positif
bahwa ini bukan berarti suatu pembatasan, bukan pembatasan untuk berkreasi atau
menyalurkan bakat/seni. Kita mendukung berkreasi serta menyalurkan bakat seni
tapi kan ada tempatnya dan akan difasilitasi”.
Inilah persentase tanggapan mengenai dampak positif dan dampak negatif yang akan ditimbulkan apabila kebijakan tersebut diberlakukan menurut dua belas organisasi.
Inilah persentase tanggapan mengenai dampak positif dan dampak negatif yang akan ditimbulkan apabila kebijakan tersebut diberlakukan menurut dua belas organisasi.
Penulis:
Fatih
Editor:
Ladya
Komentar
Posting Komentar