Celotehan Mahasiswa Tingkat Akhir.
Celotehan Mahasiswa
Tingkat Akhir.
Siapa
yang tidak tidur semalaman? Duduk lama di depan laptop? Merangkai sedemikian
rapih pada setiap bab? Revisi-revisi yang buat frustasi? Buku pedoman yang tidak
bosannya dibuka-buka kembali? Atau mungkin Dosbim yang mendadak rapat sehingga
tidak jadi bimbingan?
“Semangat diawal kuliah dan mengeluh
diakhir kuliah”
Tingkat
akhir..
Dengan
deadline yang beruntut seperti kereta
yang berada di gerbong stasiun.
Pertanyaan yang
menjadi berulang bahwa “mengapa setiap
akademisi dituntut untuk bisa menulis?” hal yang menarik yang diutarakan
oleh penulis yaitu Fahd Pahdepie, “Sebelum adanya kertas pengetahuan diestimasikan
oleh lisan, tetapi hal ini rentan karena
semua yang diutarakan dari menit pertama bisa saja terlupakan mungkin yang
tersisa hanya beberapa persen.” Ulasan dari Fahd inilah menjelaskan tentang
pentingnya proses menulis, jadi apakah akan ada lagi pertanyaan “mengapa setiap akademisi dituntut untuk
bisa menulis?”
Tugas Akhir, sebuah karya sekaligus tangga
mahasiswa melanjutkan langkahnya.
Pada mulanya
memang hanya sebuah judul atau gagasan, lalu terciptalah masa-masa tingkat
akhir dengan segala suka dan duka. Demikianlah cara kerja waktu yang memaksa
untuk selalu bertanggung jawab terhadap semua hal, karena hal ini bukan lagi
tentang kita dan deadline terlebih ini tentang mereka yang menaruh harap dalam
doa dengan penuh keyakinan setiap waktu. Ya, keluarga besar, yang menunggumu
untuk selesai.
Pada kesempatan
kali ini penulis mendapatkan narasumber yakni jantera kimia tekstil 2015 dan
hafidzul teknik tekstil 2015, yang akan membahas seputar kesan dan pesan
sebagai mahasiswa tingkat akhir.
Seperti ulasan
dari Jantera Sekar Tirta “Sebagai mahasiswa tingkat akhir, pasti yang terlintas,
yes gua udah santai, ga ada bikin laporan perminggu, ga ada UTS, ga ada UAS.
Rasanya gua pengen ketawa pas udah ngejalanin sendiri, you’re totally wrong”. Siapa
yang memiliki argumen serupa? Memang sebelum waktunya, kita pasti pernah
memiliki argumen seperti itu, tetapi kenyataannya bahwa setiap menaiki
tingkatan yang lebih tinggi, tugas dan tanggung jawabpun akan sejajar dan
berjalan bersampingan. Lagi-lagi kita akan mengetahuinya setelah mencoba dan
merasakan pada waktunya.
“Gambaran
singkat sih laporan setebel 100++ lembar, begadang tiap malem, edit sana sini,
revisi dari pembimbing banyak, wah… sungguh sangat amat capek ya kalo dibilang”
ulasan dari mahasiswa kimia tekstil 2015, Jantera. Sama hal nya dengan ulasan dari Hafidzul
Ardipratama dari teknik tekstil 2015
“Pembahasan seputar tekstil sulit terjangkau dilingkungan umum, dan budget yang dikeluarkan pada proses
pencetakan laporan cukup mahal”.
Tingkat akhir
membuat euforia-euforia berlangsung, seperti adanya celotehan-celotehan yang
tidak asing lagi didengar mahasiswa : “ah pokoknya harus lulus tahun ini, ga
kerasa baru kemaren jadi maba, besok aja dah dikelarinnya, maaf ga ikut
kumpulan ada bimbingan, sampai pada nikahin adeeek bang, nikahin”. Euforia
tingkat akhir sampai berada di dunia maya, baik itu snapgram foto laptop dengan
caption keluhan atau semangat, sampai
pada anekdot-anekdot yang diceritakan di snapgram lengkap dengan caption anti mundur.
Perkataan dari
Fahd Pahdepie terlintas kembali mengingatkan tentang makna “menulis” bahwa ia
tidak terlalu mengenal kakeknya, karena kakeknya meninggal sewaktu Fahd
Pahdepie kecil. Dan sekarang fahd ini malah mengenal Soekarno, Hatta, Syahril,
Natsir, dan lainnya dibandingkan kakeknya sendiri. Masalahnya ternyata satu,
nama-nama yang disebutkan itu mereka menulis, tetapi kakeknya tidak sempat
meninggalkan selembar tulisan pada cucunya, yaitu fahd. “Jadi jangan
menyalahkan saya ketika, saya lebih mengenal oranglain dibandingkan kakek saya
sendiri yang jelas-jelas meninggalkan gen kehidupan pada saya” itulah ulasan terakhir yang disebutkan oleh
fahd pada pembahasan Peradaban Digerakan oleh Para Penulis diacara seminarnya.
Hal ini
mengingatkan pada satu pribahasa yaitu “Gajah mati meninggalkan gading, dan
manusia mati meninggalkan nama”. Tugas Akhir atau disebut dengan TA merupakan
proses tanggung jawab mahasiswa sebelum mendapatkan gelar, proses yang dilalui
mulai dari mencari gagasan/ide, menyelesaikan suatu masalah, lalu menuliskannya
dalam bentuk laporan, presentasi laporan, sampai dengan pencetakan laporan
dengan nama kita sebagai penulis. Pada prosesnya mungkin memang sangatlah
panjang dan butuh tenaga yang maksimal, tetapi kita harus mengingatkan bahwa
“semakin tinggi pohon semakin kencang angin menerpanya”.
Ulasan terakhir
yang disampaikan dari Jantera dan Hafidzul untuk semua mahasiswa khususnya mahasiswa
tingkat akhir, “Keyakinan gue adalah pasti bakalan banyak tantangan-tanangan
lain yang seru dan bikin deg-degan, intinya
sih harus tetap semangat, jadi orang yang posthink, ga cepet putus asa,
ga ngambekan apalagi dicoret-coret revisian sama dosbim, dan lebih memikirkan
kedepannya, jangan lupa cari temen buat sharing,
penting ini juga buat kelancaran tugas akhir.” Dan yang terakhir ulasan
dari Hafidzul “Jangan pikirkan tentang bagus-tidaknya suatu tugas akhir yang
kita hasilkan, tetapi pikirkan apakah ilmu yang kita dapatkan selama 4 tahun
ini sudah terserap apa belum”.
Doa terbaik
untuk semua mahasiswa khsususnya tingkat akhir, dengan segala deadline. Semoga kita semua mampu
menyelesaikan dengan baik, karena benar “selesai
lebih baik dari sempurna. Karena yang sempurna tidak akan pernah selesai”.
Salam,
Penulis : Nadia
Yunisa Sulaeman, Produksi Garmen 2015.
Semangat terus viskosa
BalasHapus